|
Oleh : Prof. Dr. Amiur Nuruddin |
Satu ketika Rasulullah pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya, bahwa “sebaik-baik tempat adalah mesjid, dan seburuk-buruknya adalah pasar”. Sementara dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa “ Ranah yang paling buruk adalah pasar ” (
syarr al-buldan aswaquha), demikian ditulis oleh Imam al-Suyuthi dalam “
al-Jami’ al-shagir fi Ahadis al-Basyir al-Nazir” (Juz 2:39)
Dalam konteks ini beragam interpretasi pernah diberikan.. Ada pihak yang menolak keberadaan riwayat itu, sementara ada juga yang menerima dan memahaminya secara harfiah. Bagi pihak pertama, di samping karena alasan kebenaran sumber dan riwayat, juga ada keberatan kalau Rasulullah dikatakan mengkritisi pasar lalu menjauhinya, sementara dalam al-Quran ditegaskan bahwa Nabi Muhammad adalah praktisi pasar, yang berbisnis keluar masuk pasar( Q.s.
al-Furqan/25:7). Sebelum diangkat menjadi rasul, Nabi Muhammad tercatat telah berbisnis tidak kurang pada tiga puluh pasar-pasar utama di kawasan Timur Tengah.
Lain lagi bagi pendapat kedua yang menerima riwayat itu dan justru mengamalkannya. Mereka memang membuat jarak dengan pasar, dan membiarkan pasar diurus orang lain. Bagi kelompok ini aktifitas bisnis dijauhi, kerena khawatir akan membuatnya bergelimang dosa. Boleh jadi menurut mereka beragama yang benar sejatinya harus meninggalkan dunia. Dunia pasar dalam pandangan mereka memang memberi peluang terjadinya kecurangan, manipulasi dan kezaliman. Cukup banyak orang yang menjadi mangsa pasar, korban kelicikan atas nama kebebasan pasar.
Sementara itu ada pandangan ketiga, melakukan “rasionalisasi” terhadap makna yang terkandung dalam riwayat itu. Sinyalemen Nabi dipahaminya dalam perspektif ”kewaspadaan” dan “kehati-hatian” dan pada gilirannya berupaya membangun sistem pasar yang beretika dan bermoral, guna memperkecil kalau tidak menihilkan segala bentuk kezaliman dan kecurangan. Pasar dibangun dalam semangat dan nilai yang terkandung dalam perinsip-perinsip syariah. Boleh jadi pasar inilah yang disebut pasar syariah.
Untuk sebagian paradigma pemikiran di kalangan pebisnis, memang ada anggapan bahwa membawa moral dan etika ke pasar-pasar terasa kontradiksi interminis (bertentangan dalam dirinya sendiri) atau oxymoron, sehingga melahirkan pandangan dilematis; mana mungkin ada bisnis yang bersih, bukankah setiap orang yang berani memasuki wilayah bisnis berarti ia harus berani “bertangan kotor”.
Dalam perspektif semacam ini, sekali lagi ditemukan solusi yang ditawarkan Rasulullah. Beliau selalu menghadirkan Allah dalam aktifitasnya. Dengan berpegang pada keyakinan itu, sejatinya setiap orang yang berbisnis atau beraktifitas di pasar-pasar akan selalu merasakan kehadiran Allah Swt. pada setiap gerak yang dilakukannya. Dalam hal ini, Rasulullah selalu meminta kepada Allah, khususnya bila beliau memasuki pasar. Katanya, “Dengan nama Allah, aku bermohon kepada-MU, kebaikan pasar ini dan kebaikan yang ada di dalamnya. Aku (juga) berlindung kepada-MU dari segala kejahatan pasar ini dan kejahatan yang ada di dalamnya. Ya Allah, aku mohon perlindungan-MU, agar aku terbebas dari sumpah-sumpah palsu dan terjauh dari teman-teman yang merugikan.” (al-Jami’ al-Shagir /II: 106).
Pasar yang baik dan di dalamnya ada kebaikan (khairiha wa khairi ma fiha) sudah barang tentu menjadi harapan semua orang. Pernyataan Nabi tersebut mengisaratkan dan mengafirmasikan bahwa disamping persoalan etika yang menjadi tumpuan kesuksesan dalam bisnis juga ada faktor lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu skill dan pengetahuan tentang etika itu sendiri. Gagal memahami etika maupun prosedur bisnis yang benar secara syariah maka akan gagal memperoleh tujuan yang hakiki.
Jika ilmu yang dibangun untuk mendapat kebehagiaan akhirat berbasis moral dan etika, maka dengan sendirinya ilmu yang dibangun untuk duniapun harus berbasis etika dan ilmu pengetahuan. Ilmu dan etika yang dimiliki oleh sipapun dalam melakukakan semua aktifitas, termasuk aktifitas berbisnis, akan mengantarkan orang merebut kebahagian dunia dan akhirat. Pada kesempatan lain Rasulullah menegaskan: “ sesungguhnya usaha yang paling baik adalah usaha yang dilakukan para pebisnis dan saudagar.” ( inna athyaba al-kasbi kasbu al-tujjar). Semoga kita mampu melahirkan saudagar jujur yang berbisnis di pasar- pasar syariah. Amin.
Sumber: https://amiur.wordpress.com/2010/10/26/pasar-syariah-3/
ADS HERE !!!